Kesultanan atau Kerajaan Tidore
merupakan salah satu kerajaan Islam yang berada di Kepulauan Maluku. Kerajaan
ini terletak di Kota Tidore (Maluku Utara). Masa kejayaan kesultanan Tidore
diperkirakan terjadi pada abad ke-16 sampai 18 M. Pada masa kejayaannya
kerajaan ini berhasil menguasai sebagian besar Halmahera Selatan, Ambon, Pulau
Buru dan pulau-pulau pesisir di Papua Barat.
A.
Sejarah Pendirian Kerajaan
Belum dapat
dipastikan sumber mengenai pusat kerajaan Tidore sejak kerajaan ini didirikan
hingga raja yang ke-4. Pada era Jou Kolano Balibunga, informasi mengenai pusat
kerajaan Tidore mulai diketahui. Tempat tersebut adalah Balibunga, namun para
ahli sejarah berbeda pendapat dalam menentukan di mana sebenarnya Balibunga
ini. Ada yang mengatakan di daerah pedalaman Tidore Selatan dan ada pula yang
beranggapan di Utara Tidore.
Sistem pemerintahan
kerajaan yang bercorak Islam mulai diterapkan pada tahun 1495 M. Gelar raja
berubah menjadi Sultan, hal ini dapat dibuktikkan dengan naiknya Sultan
Ciriliyati yang menjadi pemimpin pertama kerajaan Tidore yang bergelar Sultan
dengan pusat kerajaan di Gam Tina. Ketika Sultan Mansyur naik takhta pada tahun
1512 M, ia memindahkan pusat kerajaan dengan mendirikan perkampungan baru di
Rum (Tidore Utara). Posisi ibu kota yang baru ini diapit oleh Tanjung Pulau
Maitara dan Mafugogo dan berdekatan pula dengan Ternate. Karena dekat dengan
pantai lokasi ibu kota baru ini cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang
ramai.
Dalam catatan
sejarah, terjadi beberapa kali perpindahan ibu kota kerajaan oleh sebab alasan
yang beraneka ragam. Ada yang berpendapat perpindahan ibu kota kerajaan untuk
meluaskan agama Islam dengan cara berdakwah dari satu tempat ke tempat lain,
seperti untuk membina kelompok Kolano Toma Banga yang masih menganut animisme.
B.
Masa Keajayaan
Masa kejayaan
kerajaan tidore ketika masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku
dapat menyatukan Tidore dan Ternate untuk bersama-sama melawan Belanda yang
dibackingi oleh Inggris. Alhasil, Belanda dapat diusir dari wilayah
Ternate-Tidore. Sultan Nuku diceritakan sebagai raja yang cerdik, ulet, berani
dan selalu waspada terhadap musuh-musuhnya. Wilayah Tidore cukup luas, meliputi
Makean Halmahera, Pulau Seram, Kai, Raja Ampat dan Papua. Pengganti Sultan Nuku
adalah Zainal Abidin. Ia pun sangat menentang penguasaan yang dilakukan oleh
Belanda.
C.
Pembawa Kejayaan Kerajaan
Tidore
1.
Sultan Nuku
Sebagai penghasil
rempah-rempah kerajaan Tidore banyak didatangi oleh penjelajah Eropa seperti
Portugis, Belanda dan Spanyol.
2.
Struktur Pemerintahan
Struktur tertinggi
kekuasaan berada di tangan sultan. Menariknya, Tidore tidak mengenal sistem
putra mahkota sebagaimana kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara. Pemilihan
Sultan dilakukan melalui seleksi calon-calon yang diajukan dari Dano-dano
Folaraha (wakil-wakil marga dari Folaraha), yang terdiri dari Fola Rum , Fola
Yade, Fola Ake Sahu, dan Fola Bagus. Dari nama-nama ini, kemudian dipilih satu
di antaranya untuk menjadi sultan.
Pada masa kejayaan di
era Sultan Nuku. Saat itu, sultan nuku
dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se
nakudi. Dewan ini dipimpin oleh sultan dan pelaksana tugasnya diserahkan kepada
Joujau (perdana menteri). Anggota Dewan wazir terdiri dari Bobato pehak raha
(semcam departemen) dan wakil dari wilayah kekuasan. Bobato ini bertugas untuk
mengatur dan melaksanakan keputusan Dewan Wazir.
3.
Kehidupan Sosial Budaya
Sejak dulu kala
Tidore telah menjadi pusat pengembangan agama Islam di kawasan timur Indonesia. Kuatnya pengaruh agama Islam
dalam kehidupan mereka, maka para ulama memiliki status dan peran yang penting
di masyarakat. Kuatnya relasi antara masyarakat Tidore dengan Islam tersimbol
dalam ungkapan adat mereka: Adat ge mauri Syara, Syara mauri Kitabullah (Adat
bersendi Syara, Syara bersendi Kitabullah). Perpaduan ini berlangsung harmonis
hingga saat ini.
Berkenaan dengan
garis keturunan, masyarakat Tidore menganut sistem matrilineal. Namun,
tampaknya terjadi perubahan ke arah patrilineal seiring dengan menguatnya
pengaruh Islam di Tidore. Klen patrilineal yang terpenting mereka sebut soa.
Dalam sistem adat Tidore, perkawinan ideal adalah perkawinan antar saudara
sepupu (kufu). Setelah pernikahan, setiap pasangan baru bebas memilih lokasi
tempat tinggal, apakah di lingkungan kerabat suami atau istri (utrolokal).
Orang-orang Tidore
banyak yang bercocok tanam di ladang. Tanaman yang banyak ditanam adalah
jagung, ubi jalar, ubi kayu dan padi. Selain itu, juga banyak ditanam kelapa,
pala dan cengkeh. Inilah rempah-rempah yang menjadikan Tidore terkenal,
dikunjungi para pedagang asing India, Arab dan Cina yang akhirnya menjadi
rebutan para kolonial kulit putih.
Untuk berinteraksi
dalam kehidupan sehari-hari, orang Tidore menggunakan bahasa Tidore yang
tergolong dalam rumpun non-Austronesia. Dengan bahasa ini pula, orang Tidore
kemudian mengembangkan tulisan dan sastra lisan. Bentuk satra lisan yang
populer adalah dola bololo (semacam peribahasa atau pantun kilat), dalil tifa
(ungkapan filosofis yang diiringi alat tifa atau gendang), kabata (sastra lisan
yang dipertunjukkan oleh dua regu dalam jumlah yang genap, argumennya dalam
bentuk gurindam, syair, dan bidal).
4.
Wilayah Kekuasaan
Pada masa
kejayaannya, wilayah kerajaan Tidore mencakup kawasan yang cukup luas hingga
mencapai Kepulauan Pasifik. Wilayah sekitar pulau Tidore yang menjadi bagian
wilayahnya adalah gugusan pulau-pulau Raja Ampat dan pulau Seram. Di Kepulauan
Pasifik, kekuasaan Tidore mencakup Kepulauan Marianas, Mikronesia, Kepulauan
Kapita Gamrange , Marshal, Ngulu, dan Melanesia, Kepulauan Solomon dan beberapa
pulau yang masih menggunakan identitas Nuku, seperti Nuku Nau , Nuku Haifa,
Nuku Maboro Nuku Oro. Wilayah lainnya yang termasuk dalam kekuasaan Tidore
adalah Haiti dan Kepulauan Nuku Lae-lae, Nuku Wange , Nuku Fetau dan Nuku Nono.
D.
Kemunduran Kerajaan Tidore
Mundurnya Kerajaan
Tidore karena politik adu domba yang
dilakukan oleh( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah
penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate
sadar bahwa mereka telah diadu Domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian
bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku.
Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan
Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam
bentuk organisasi yang kuat.
Sumber:
0 Komentar