A.
SIDANG PPKI TANGGAL 18
AGUSTUS 1945
Suasana sidang PPKI
setelah dibacakan Proklamasi Kemerdekaan RI di gedung Cuo Sangi-In, Jalan
Pejambon, Jakarta. Setelah proklamasi, kesibukan para pemimpn nasional adalah
mengatur tatanan kenegaraan. Untuk itu, pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan rapat pertama setelah
proklamasi. Sebelum sidang dimulai, Soekarno-Hatta berencana untuk menambah 6
anggota baru PPKI yang sebagian dari golongan muda, yaitu Sukarni, Chairul
Saleh, dan Wikana. Akan tetapi, golongan muda itu kurang berkenan. Mereka masih
menganggap PPKI adalah suatu badan yang dibentuk oleh Jepang dan bekerja hanya
untuk Jepang. Oleh karena itu, Ir. Soekarno hanya mengumumkan 6 anggota baru,
yaitu Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti
Melik, Mr. Iwa Kusumasumantri, dan Mr. Achmad Subardjo. Hasil yang didapatkan
adalah:
1.
Pembahasan dan Pengesahan
Undang-Undang Dasar
Rapat PPKI pertama
dilakukan di Gedung Cuo Sangi-In, Jalan Pejambon. Sebelum rapat dimulai,
Soekarno-Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Mr. Kasman
Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassa untuk membahas kembali Piagam
Jakarta, khususnya mengenai kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya-.” Hal tersebut disebabkan karena
pemeluk agama lain di Indonesia merasa keberatan terhadap kalimat tersebut.
Akhirnya, rapat yang dipimpin oleh Bung Hatta ini yang hanya cukup dalam waktu
15 menit saja berhasil mencapai suatu buah kesepakatan untuk melakukan suatu
perubahan terhadap kalimat tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Rapat dilanjutkan
dengan pembahasan pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang Dasar. Pembahasan
itu mengenai menghasilkan perubahan-perubahan kecil pada pasal-pasal dalam
batang tubuh. Selanjutnya, sidang menetapkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia yang dikenal sebagai Undang-Undang Dasar ’45, yang di
dalamnya memuat Pancasila sebagai dasar negara.
Sedangkan perubahan-perubahan terhadap
UUD itu sendiri adalah sebagai berikut.
a.
Perubahan pada Pembukaan
UUD 1945
Ø
Kata “Mukadimah” diganti
menjadi “Pembukaan”
Ø
Dalam Preambule (Piagam
Jakarta), anak kalimat “Atas berkat Rahmat Allah”, diganti dengan kalimat “Atas
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa”. Namun, penggantian itu hingga sekarang
dikembalikan lagi kepada bentuk semula, yaitu “Atas Berkat Rahmat Allah Yang
Maha Kuasa…”
Ø
Alinea ke-4, pada kalimat
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”
diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b.
Perubahan terhadap Batang
Tubuh
Ø
Pasal 4 (1) yang berbunyi,
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”. Sebelumnya kalimat tersebut tidak berbunyi demikian.
Ø
Pasal 4 (2), “…dua orang
wakil presiden” diganti menjadi “seorang wakil presiden”.
Ø
Pasal 6 ayat 1, yang semula
terdapat kalimat “beragama Islam” sekarang dihapuskan.
Ø
Pasal 6 ayat 2, perkataan
“wakil-wakil presiden”, dihapus sehingga hanya “wakil presiden” saja.
Ø
Pasal 9, kata “Mengabdi”
diganti menjadi “berbakti".
Ø
Pasal 23 ayat 2,
ditambahkan kata-kata “hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat”.
Ø
Pasal 25, sebelumnya
berbunyi, “syarat untuk menjadi hakim ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Ditambahkan sehingga berbunyi, “syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan
sebagai hakim ditetapkan oleh Undang-Undang”.
2.
Pengangkatan Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia
Otto Iskandardinata,
anggota Komite Nasional bertugas membantu Presiden selama MPR dan DPR belum
terbentuk. Acara pertama dalam rapat PPKI tersebut adalah pemilihan presiden.
Otto Iskandardinata mengusulkan agar pemilihan presiden dilakukan secara
aklamasi (yaitu kesepakatan yang dicapai secara spontan tanpa melalui proses
pemungutan suara). Beliau mengajukan Ir. Soekarno sebagai perseden dan Drs.
Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Usul tersebut disetujui oleh hadirin yang
dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
3.
Pembentukan Komite Nasional
Rapat PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 juga berhasil memutuskan pembentukan sebuah Komite
Nasional untuk membantu presiden selama Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat belum terbentuk. Sebelum rapat PPKI ditutup, presiden
meminta 9 orang anggota sebagai Panitia Kecil untuk membahas hal-hal yang
meminta perhatian mendesak, seperti pembagian wilayah negara, kepolisian,
tentara kebangsaan, dan perekonomian. Panitia Kecil ini dipimpin oleh Otto
Iskandardinata.
B.
SIDANG PPKI TANGGAL 19 AGUSTUS
1945
1.
Pembagian Wilayah Indonesia
Peta pembagian wilayah
Indonesia atas 8 provinsi pada awal kemerdekaan. Rapat dilanjutkan keesokan
harinya, pada tanggal 19 Agustus 1945 pukul 10.00 pagi di Gedung Cuo Sangi-In.
Rapat itu membahas hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Otto
Iskandardinata dan menghasilkan keputusan Pembagian wilayah Indonesia menjadi
delapan provinsi beserta para calon gubernurnya sebagai berikut:
a.
Jawa Barat : Sutarjo Kartohadikusumo.
b.
Jawa Tengah : R.P. Suroso.
c.
Jawa Timur : Suryo.
d.
Borneo (Kalimantan) : Ir. Mohammad Noor.
e.
Sulawesi : Dr. Sam Ratulangi.
f.
Maluku : Mr. Latuharhary.
g.
Sunda Kecil (Nusa Tenggara) : Mr.
Ketut Pudja.
h.
Sumatra : Mr. T. Mohammad Hassan.
i.
Serta dua daerah istimewa,
yaitu Yogyakarta dan Surakarta.
2.
Pembentukan Komite Nasional
(Daerah).
Sesudah membagi
kawasan Indonesia menjadi 8 provinsi, seterunsya juga dibentuk komite nasional
(daerah) di tingkat daerah di tiap-tiap provinsi, mulai dari Sumatera, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
3.
Menetapkan Kementerian
dalam Lingkungan Pemerintahan
Acara selanjutnya
adalah laporan hasil kerja Panitia Kecil yang dipimpin oleh Mr. Ahmad Subardjo.
Panitia itu mengusulkan dibentuknya 13 kementerian. Setelah dilakukan
pembahasan, sidang memutuskan adanya 12 kementerian dan satu menteri negara.
Kedua belas kementerian itu sebagai adalah berikut.
a.
Departemen Dalam Negeri
b.
Departemen Luar Negeri
c.
Departemen Kehakiman
d.
Departemen Keuangan
e.
Departemen Kemakmuran
f.
Departemen Kesehatan
g.
Departemen Pengajaran,
Pendidikan, dan Kebudayaan
h.
Departemen Sosial
i.
Departemen Pertahanan
j.
Departemen Perhubungan
k.
Departemen Penerangan
l.
Departemen Pekerjaan Umum
C.
SIDANG PPKI TANGGAL 22
AGUSTUS 1945
Rapat PPKI pada
tanggal 22 Agustus 1945 memiliki agenda utama membahas Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR).
1.
Pembentukan Komite Nasional
Indonesia Pusat
Inti dari anggota KNIP
ialah anggota PPKI. Di samping itu, anggota KNIP juga berasal dari tokoh-tokoh
golongan muda dan tokoh-tokoh masyarakat dari berbagai daerah sehingga
jumlahnya mencapai 137 orang. Anggota KNIP secara resmi dilantik pada tanggal
29 Agustus 1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru, Jakarta. Sidang KNIP pertama
kali ini berhasil memilih Kasman Singodimedjo (Ketua) dan Sutardjo (Wakil Ketua
I), Latuharhary (Wakil Ketua II), dan Adam Malik (Wakil Ketua III). Adapun
Komite Nasional Daerah saat itu gagal dibentuk karena situasi dan kondisi
keamanan yang belum menentu dan membaik.
2.
Pembentukan Partai Nasional
Indonesia.
PNI sebagai partai
tunggal pada awal kemerdekaan. PNI dipimpin oleh Ir. Soekarno. Pembentukan
Partai Nasional Indonesia (PNI) bertujuan menjadikannya sebagai partai tunggal
di Indonesia yang baru merdeka. Tujuan PNI seperti yang juga disebutkan dalam
risalah sidang PPKI adalah “Negara Republik Indonesia yang berdaulat, adil, dan
makmur berdasarkan kedaulatan rakyat.”
3.
Pembentukan Badan Keamanan
Rakyat (BKR)
Sehubungan dengan
pembentukan tentara kebangsaan itu, beberapa hal yang diputuskan oleh PPKI
adalah sebagai berikut:
a.
Rencana pembelaan negara
oleh BPUPKI yang mengandung politik peperangan tidak diterima karena bangsa
Indonesia menjalankan politik perdamaian.
b.
PETA di Jawa dan di Bali,
serta lascar rakyat di Sumatera segera dibubarkan.
c.
Para anggota HEIHO dengan
segera diberhentikan.
d.
Untuk kedaulatan negara
Republik Indonesia merdeka, tentara kebangsaan Indonesia harus segera dibentuk
oleh Presiden.
e.
Sebagai tindak lanjut dari
keputusan tersebut, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) sebagai pengganti
Badan Penolong Korban Perang (BPKP) yang dibentuk pada sidang PPKI tanggal 20
Agustus 1945.




0 Komentar