Indonesia adalah salah satu
target utama Jepang dalam Perang Dunia II, karena koloni itu memiliki sumber
daya yang penting dalam upaya perang Jepang, terutama karet dan minyak bumi.
Indonesia saat itu adalah pengekspor minyak di dunia, setelah Amerika Serikat,
Iran, dan Rumania. Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbor,
pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Hawaii. Pemerintah Belanda di London
(karena Belanda dikuasai Jerman) menyatakan perang terhadap Jepang pada 8
Desember 1941.
Pada 17 Desember 1941, pasukan
Jepang mendarat di Miri, pusat produksi minyak di Sarawak (pesisir utara
Kalimantan), yang berdekatan dengan wilayah Indonesia. Setelah menduduki
koloni Inggris ini, kemudian pasukan Jepang melancarkan serangan pada 11 Januari
1942 ke wilayah Kalimantan bagian Indonesia, dan mendarat di Tarakan (sekarang
di provinsi Kalimantan Utara).
Setelah Singapura ditaklukkan
Jepang pada 5 Februari 1942, koloni Inggris ini dijadikan batu locatan untuk
menyerang Indonesia. Pada 13-15 Februari 1942, Jepang memulai serangan di arah
barat ini, dengan menyerang pulau Sumatera, terutama kota Palembang.
Pemerintah Belanda, dibantu oleh
Inggris, Amerika Serikat dan Australia, berupaya melawan, dalam komando
American-British-Dutch-Australian Command (ABDACOM). Namun, Belanda mengalami
kekalahan dalam pertempuran laut di Laut Jawa pada 27 Februari 1942, dengan 5
kapalnya tenggelam, dan menewaskan pemimpin angkatan laut Hindia Belanda, Karel
Doorman. Dengan kemenangan laut ini, tentara Jepang bisa mendarat di Jawa dan
dengan mudah mengalahkan pasukan Belanda dibawah pimpinan Jenderal Hein ter
Poorten.
Tanggal 1 Maret 1942, tentara
Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di pulau Jawa di tiga tempat sekaligus,
yaitu teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kranggan (Jawa Tengah).
Keadaan ini memaksa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda Van Starkenborgh
Stachouwer, menyerah tanpa syarat terhadap tentara Jepang pimpinan Letnan
Jenderal Hitoshi Imamura dalam sebuah pertemuan di Kalijati tanggal 8 Maret
1942. Pertemuan ini mengakhiri kekuasaan kolonial Belanda dan menempatkan
Jepang sebagai penguasa baru atas Indonesia. Hak-hak kekuasaan ini memungkinkan
Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga komando, yaitu tentara ke-16 di
pulau Jawa dan Madura yang berpusat di Batavia, tentara ke-25 di Sumatera yang
berpusat di Bukit Tinggi dan armada selatan ke-2 di Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua Barat yang berpusat di Makassar.
Tentara angkatan ke-16 pimpinan
Letnan Jenderal Hitoshi Imamura diberikan mandat untuk memegang kekuasaan di
wilayah Jawa. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang secara politik
paling maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang utama
adalah manusia. Hal ini memang sangat dibutuhkan oleh Jepang, mengingat niat
awal mereka untuk menduduki kawasan Asia Tenggara adalah membangun Kawasan
Persemakmuran Bersama Asia Raya.
Pada awal kedatangannya Jepang
disambut baik oleh orang-orang Jawa yang beranggapan bahwa kedatangan tentara
Jepang sesuai dengan ramalan Joyoboyo. Oleh sebab itu, ketika tentara Jepang mendirikan
pemerintahan militernya orang-orang Jawa menerimanya dengan sukarela. Di
samping itu, bagian propaganda (Sendenbu) Jepang telah pula melakukan aksinya
dengan pelbagai macam pendekatan terhadap rakyat, diantaranya; mendirikan
Gerakan Tiga A dengan slogannya yang terkenal: Jepang Cahaya Asia, Jepang
Pelindung Asia, Jepang Saudara Asia; mengangkat orang-orang pribumi dalam
pelbagai pemerintahan yang prinsip turun-temurunnya dihapuskan; menetapkan
wilayah-wilayah voorstenlanden sebagai kochi (daerah istimewa). Maksudnya agar
tentara Jepang yang mendirikan pemerintah militernya dapat diterima oleh
penduduk pribumi. Tujuan utama pendudukan Jepang di Jawa adalah menyusun dan
mengarahkan kembali perekonomian peninggalan pemerintah Hindia Belanda dalam rangka
menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya bagi ekonomi jangka panjang
terhadap Asia Timur dan Tenggara. Tujuan utama ini mengarahkan
kebijakan-kebijakan pemerintah militer untuk menghapuskan pengaruh-pengaruh
barat di kalangan rakyat Jawa dan memobilisasi rakyat Jawa demi kemenangan
Jepang dalam perang Asia Timur Raya.
Sejak membentuk pemerintahan
militernya, Jepang membuat banyak sekali perubahan dalam bidang pemerintahan.
Perubahan tersebut terjadi di tingkat atas maupun di tingkat bawah. Tanggal 1
Agustus 1942, saat dikeluarkannya undang-undang perubahan tata pemerintahan di
Jawa, Jepang menetapkan bahwa seluruh daerah di Jawa dibagi menjadi Syu, Si,
Ken, Gun, Son, dan Ku, kecuali Surakarta dan Yogyakarta yang ditetapkan sebagai
kooti (kerajaan) dan Batavia sebagai Tokubetsu Si (ibukota pemerintah militer).
Pembagian pulau Jawa atas provinsi-provinsi juga dihapuskan.
Sejarah Jepang masuk ke
Indonesia, khususnya ketika menduduki Pulau Jawa tahun 1942-1945 telah membawa
banyak perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan Jawa di masa berikutnya.
Periode ini merupakan salah satu bagian dari perjalanan penting sejarah besar
bangsa ini untuk melangkah ke masa depan. Masa ini telah terjadi berbagai
perubahan yang mendasar pada alam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
Masa pendudukan Jepang di Indonesia selama tiga setengah tahun tersebut sering
dipandang sebagai masa yang singkat tetapi akibat yang diterima oleh masyarakat
sebanding dengan masa penjajahan Belanda sebelumnya dengan jangka waktu yang
lebih lama.
0 Komentar